Masa-masa Kelam Dunia Islam
Ketenteraman Yerusalem musnah seketika. Negeri damai yang dibebaskan
Umar Al-Faruq seperti terobek-robek. Selama 400 tahun orang-orang
Yahudi, Nasrani, dan Islam hidup bersama dalam kedamaian. Pasalnya demi
mengikuti ajakan Paus Urbanius II pada 27 November 1095 di Dewan
Clermont, lebih dari 100.000 orang Eropa bergerak ke Palestina untuk
“merebut” tanah suci dari orang Islam dan mencari kekayaan yang besar di
Timur. Perjalanan panjang yang melelahkan seperti tak berarti bagi
pasukan salib ini. Perampasan dan pembantaian mereka lakukan di
sepanjang perjalanan yang mereka lalui. Mereka tiba di Yerusalem pada
tahun 1099.
Kota ini jatuh setelah pengepungan hampir lima minggu.
Ketika Tentara Perang Salib masuk ke dalam, mereka melakukan
pembantaian yang sadis. Seluruh orang-orang Islam dan Yahudi dibasmi
dengan pedang. Dalam catatan seorang ahli sejarah, “Mereka membunuh
semua orang Saracen dan Turki yang mereka temui… pria maupun wanita.”
Salah
seorang tentara Perang Salib, Raymond dari Aguiles, merasa bangga
dengan kekejaman yang mereka lakukan sambil berkata, “Sungguh ini adalah
pemandangan yang luar biasa untuk dinikmati. Beberapa orang lelaki kami
(dan ini lebih mengasihi sifatnya) memenggal kepala-kepala musuh-musuh
mereka; lainnya menembaki mereka dengan panah-panah, sehingga mereka
berjatuhan dari menara-menara; lainnya menyiksa mereka lebih lama dengan
memasukkan mereka ke dalam nyala api. Tumpukan kepala, tangan, dan kaki
akan terlihat di jalan-jalan kota. Perlu berjalan di atas mayat-mayat
manusia dan kuda. Tapi ini hanya masalah kecil jika dibandingkan dengan
apa yang terjadi pada Biara Sulaiman, tempat di mana ibadah keagamaan
kini dinyanyikan kembali… di biara dan serambi Sulaiman, para pria
berdarah-darah disuruh berlutut dan dibelenggu lehernya.”
Dalam
dua hari, tentara Perang Salib membunuh sekitar 40.000 orang Islam
dengan cara tak berperikemanusiaan seperti yang telah digambarkan.
Perdamaian dan ketertiban di Palestina, yang telah berlangsung semenjak
Umar, berakhir dengan pembantaian yang mengerikan. Tentara Perang Salib
menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota mereka, dan mendirikan Kerajaan
Katolik yang terbentang dari Palestina hingga Antakiyah.
Sudah
menjadi catatan sejarah bahwa kekalahan kaum Muslimin dari pasukan Salib
pada akhir abad 5 Hijriah, merupakan salah satu tragedi terbesar yang
dialami umat Islam. Hal itu terjadi tidak lain karena kesalahan umat
Islam sendiri. Jauh sebelum terjadi invasi pasukan Salib ini, kondisi
umat Islam berada dalam keterpurukan, kemunduran dan kerusakan yang
parah.
Para penguasa meninggalkan amanat yang diemban, kerusakan
pemikiran dan kegilaan akan kemewahan serta kekuasaan. Bahkan mereka
berlaku zhalim kepada rakyat. Gubernur Abu Nashr Ahmad bin Marwan,
seorang gubernur ketika itu, mengucurkan anggaran 200.000 dinar dalam
setiap acara hiburan yang digelarnya. Tahun 516 Hijriah, saat Menteri
Sultan al-Mahmud terbunuh, istrinya keluar dari rumah dengan diiringi
100 pelayan dan kendaraan-kendaraan terbuat dari emas.
Padahal,
pada saat yang sama, banyak rakyat yang menderita kelaparan. Orang-orang
yang tidak berpunya terbelit kesulitan hidup yang luar biasa. Bahkan
banyak di antara mereka yang sampai memakan anjing, kucing dan sesama
manusia. Ada juga yang sampai memakan anak darah dagingnya sendiri demi
mempertahankan hidup.
Para ulama pun banyak yang menjadi “ulama
dunia” dengan mencari muka di depan para penguasa demi menuai simpati
atau jabatan dan bahkan tidak jarang terjadi permusuhan dan saling
menjatuhkan antar ulama. Ketika pasukan Salib membantai ribuan kaum
Muslimin, sebagian ulama berusaha menggelorakan semangat jihad kaum
Muslimin, tetapi gagal. Karena ruhul jihad sudah musnah dalam jiwa
mereka. Belitan kehidupan hedonistik begitu sangat kuat.
Ada
cerita yang menyebutkan, sebagian pengungsi membawa tumpukan
tulang-tulang manusia, rambut wanita, dan anak-anak, korban kekejaman
pasukan Salib, kepada khalifah dan para sultan. Ironisnya, para Sultan
malah berkata: ”Biarkan aku sibuk dengan urusan yang lebih penting.
Merpatiku, si Balqa’, sudah tiga hari menghilang dan aku belum
melihatnya.” Demikian pula halnya keadaan orang-orang kaya yang
bergelimang harta saat itu. Mereka lebih mementingkan hobby dan
kesenangan mereka daripada membantu saudara-saudaranya yang miskin, tak
berdaya serta terzhalimi.
Demikian kondisi saat itu seperti
dijelaskan oleh DR. Madjid Irsan Al-Kilani dalam bukunya, Hakadza
Zhahara Jīilu Shalahuddin wa Hakadza ’Ādat al-Quds ~ Demikianlah
bangkitnya generasi Shalahuddin dan demikianlah al-Quds kembali ke
tangan Islam.
Singkatnya, ada arus penyimpangan kolektif yang
dilakukan oleh berbagai lapisan umat setelah ditinggalkan oleh tiga
generasi emas (shalafus shalih). Penyimpangan yang merambah semua
kalangan umat baik pemerintah, ulama, tentara, kaum kaya dan masyarakat
awam.
Hadirnya Sang Pembebas
Dalam buku Hamzah
Abdullah, berjudul Shalahuddin Al Ayyubi, ‘Sang Pembebas Al-Aqsha’
menyebutkan bahwa Sultan Agung ini memiliki nama lengkap Shalahuddin
Abul Muzhaffar Yusuf bin Amir Najmuddin Ayyub bin Syadzi bin Marwan bin
Ya’qub ad-Duwini. Beliau lahir di Tikrit pada 532 H atau bertepatan
dengan tahun 1137 Masehi. Ayahnya adalah Najmuddin Ayub yang mengabdi
kepada Gubernur Seljuk, Imaduddin Zanky. Keberhasilan Najmuddin merebut
wilayah Balbek di Lebanon menjadikan ia kemudian diangkat menjadi
Gubernur untuk daerah Tikrit.
Di saat itulah Shalahuddin Al Ayubi
diperkenalkan dengan dunia politik Timur Tengah dan strategi perang
dalam lingkungan istana oleh Nuruddin, paman Shalahuddin Al Ayubi. Masa
itu, Al-Quds (Jerusalem) dalam era perang salib masih dikuasai pasukan
Salibis (Crusader) dari Eropa selama 88 tahun (1009 M-1187 M) tanpa
perlawanan berarti dari umat Islam.
Sebagai anak pembesar istana,
masa remaja Shalahuddin dihabiskan dengan waktu berfoya-foya dan
mabuk-mabukan. Perubahan paling drastis saat Shalahuddin memasuki usia
20 tahun. Saat itu ia ditugaskan untuk mengatur muatan kapal di
pelabuhan. Saat itulah Shalahuddin membuktikan kelihaiannya dan kesan
sebagai seorang pemuda yang suka mabuk-mabukan hilang seketika.
Shalahuddin mendapatkan penghargaan dan pujian atas keberhasilannya
mengatur muatan kapal tersebut. Shalahuddin muda juga belajar kepada
para ulama zamannya seperti Abu Thahir as-Silafi, al-Faqih Ali bin Binti
Abu Sa’id, Abu Thahir bin Auf, dan lainnya.
Saat Mesir di bawah
kekuasaan Dinasti Fatimiyah, Shalahuddin menemani pamannya Asaduddin
Syirkuh yang diutus raja Syam. Mereka diutus raja Syam ke Mesir guna
memerangi kaum Salibis yang membantu pemberontakan Syawur dan Dhargham
terhadap Khalifah Fatimiyah. Pertempuran sengit pun terjadi dan
kemenangan peperangan itu ada pada pasukan Asaduddin Syirkuh.
Kemelut
politik yang terjadi di Mesir telah mengakibatkan seorang menteri
Khalifah Fatimiyah terbunuh. Asaduddin diangkat menjadi menteri oleh
Khalifah ‘Adhid menggantikan yang telah tewas dengan pertimbangan telah
memenangkan perang terhadap pasukan Eropa. Tentunya, kejadian ini
menjadi peristiwa yang sangat luar biasa mengingat Asaduddin merupakan
golongan Sunni yang menjabat menteri di ke-khalifahan kaum Syiah.
Dua
bulan setelah menjabat menteri di Mesir, Asaduddin yang telah lanjut
usia pun meninggal. Prajurit Syam terpukul hebat. Seandainya para ulama
tidak menengahi, pasukan Syam pasti akan membuat kerusuhan dengan cara
berdemonstrasi dan tidak akan meninggalkan kuburan pemimpinnya hingga
mereka tahu siapa yang diangkat menjadi pengganti setelah itu.
Seorang
ulama al-Faqih Ali bin Binti Abu Sa’id yang dikenal dekat dengan
Asaduddin dan Shalahuddin menengahi perebutan kekuasaan tersebut. Ia
menunjuk Shalahuddin sebagai pengganti Asaduddin. Tiada yang bisa
membantah penunjukkan ini kecuali Baruqi. Kabar terbentuknya kementerian
Shalahiyah di bawah pimpinan Shalahuddin menyebar di kalangan orang
Eropa. Karir politik Shalahuddin akhirnya mampu meruntuhkan Kekhalifahan
Fatimiyah. Saat itu, Shalahuddin diangkat menjadi penguasa Mesir di
bawah pengaruh negeri Syam.
Masa pemerintahan Shalahuddin diwarnai
dengan peperangan melawan bangsa Eropa yang mengumandangkan perang
salib di Timur Tengah. Bangsa Eropa yang dikenal sebagai Crussader
berniat hendak menguasai Baitul Maqdis usai meninggalnya Raja Baldwin
IV.
Baldwin IV sudah menjalankan perdamaian selama lima tahun.
Setelah ia meninggal, Cybele menggantikannya dengan orang lain sebagai
pemimpin di Al Quds. Menyikapi hal tersebut, pemimpin-pemimpin Eropa
kemudian mengadakan perundingan yang diketuai oleh penguasa Baitul
Maqdis. Di antara pemimpin yang hadir dalam acara itu adalah Renault de
Chatillon yang masih menguasai Karak. Namanya dikenal oleh orang Arab
dengan sebutan Arnat.
Pemimpin yang berkumpul itu menyusun
strategi mengusir pemimpin besar Muslimin, Shalahuddin. Baldwin V tidak
setuju dengan hal tersebut karena menurut dia, perundingan damai belum
berakhir. Adalah Renault yang bersikukuh agar pasukan Eropa segera
memerangi kaum Muslimin di bawah pimpinan Shalahuddin. Meskipun para
pemimpin Eropa telah mengatur strategi militer sedemikian rupa,
Shalahuddin sama sekali tidak mempunyai taktik apa-apa dalam masa damai
tersebut. Dia masih menanti akhir masa damai dengan sabar.
Namun,
kesabaran Shalahuddin kemudian hilang saat kafilah-kafilah kaum muslimin
yang kembali dari haji melewati Karak, dihadang oleh Renault. Sebagian
wanita ditawan dan seluruh harta mereka dirampas. Saat itu, Renault juga
menghina agama Islam.
“Sekarang panggillah Muhammad untuk membuka penjara ini!”
‘Tentara Muhammad’ Pembebas Kota Suci
Hinaan
Renault terhadap Rasulullah sampai ke telinga Shalahuddin. Seketika
hatinya panas, darahnya menggelegak. Ia kembali bertekad membunuh
pengkhianat itu dengan tangannya sendiri.
Shalahuddin pun
mempersiapkan pasukan untuk menggempur pasukan Eropa yang dipimpin
Renault de Chatillion. Shalahuddin mengumumkan jihad. Seketika seluruh
prajurit muslim yang ada di Mesir dan Syria bergabung. Tidak ada
perbedaan suku dan tujuan. Semuanya memiliki satu tujuan yaitu menyikat
habis kaum salin dan membersihkan tanah Islam dari campur tangan mereka.
Pada
peperangan tersebut, strategi pasukan salib yang dipimpin oleh Renault
adalah menyerang wilayah-wilayah yang terletak dekat dengan posisi
Shalahuddin.
Tujuan mereka sebagaimana diperintahkan oleh Renault
adalah mendahului kaum muslimin untuk menguasai sumber mata air sebagai
bekal minum di saat teriknya matahari. Maklum saja, saat peperangan itu
berkecamuk musim panas belum berakhir.
Namun, rencana yang disusun
itu telah diketahui oleh Shalahuddin. Wilayah yang hendak diserang
sudah terlebih dahulu dihancurkan oleh pasukan muslim. Sumber mata air
yang dimaksud sebagai bekal juga telah dijaga oleh kaum muslimin.
Sementara pasukan salib terkepung di antaranya. Perang meletus. Pasukan
salib kewalahan oleh pukulan kaum muslim dan dahaga di musim panas itu.
Prajurit
salib pun akhirnya kacau balau. Mereka melarikan diri dari pertempuran
termasuk pemimpinnya, Raymond. Padahal, pada saat itu pasukan muslim
sama sekali tidak menyerang optimal dikarenakan tidak adanya komando
dari Shalahuddin untuk menyerang pasukan salib di malam hari.
Seorang
utusan pasukan muslim menghadap Shalahuddin. Ia mempertanyakan kenapa
Shalahuddin tidak memerintahkan penyerangan akhir pada pasukan salib
yang sudah kewalahan tersebut.
Kabar tersebut diterima Shalahuddin
dengan mengerahkan seluruh pasukan muslim pada serangan pertama.
Pasukan salib menjadi tidak berdaya. Mereka menghadapi kaum muslimin
seraya mengundurkan diri ke daerah Hittin. Hittin adalah daerah tempat
dimakamkannya Nabi Syu’aib as.
Sesampai di Hittin, pasukan salib
mendirikan kemah besar yang sulit ditembus oleh kaum muslim. Kemah
tersebut dipasangi salib besar yang terbuat dari kayu tua. Konon katanya
Nabi Isa dibunuh di atasnya. Kayu itu dilapisi dengan mutiara dan
intan, lalu kayu itu mereka jadikan bendera besar di setiap pertempuran
yang dilancarkan atas nama agama mereka.
Pasukan muslim berjumlah
besar telah berkumpul disekitar Hittin. Akhirnya mereka melancarkan
serangan dan mampu memporak-porandakan tempat tersebut. Tidak terkecuali
kemah besar yang dijadikan pusat komado tentara salib. Kemenangan
gemilang berada di tangan kaum muslimin. Malam itu adalah 26 Rabiul
Tsani tahun 583 Hijriyah. Ummat Islam menyambut kemenangan itu dengan
doa, tahlil dan takbir.
Penyerangan di Hittin telah berhasil
menangkap pembesar-pembesar Eropa. Diantaranya adalah Gaudefroy,
suaminya Cibele penguasa Baitul Maqdis, Renault penguasa Karak, juga
penguasa Dawiyah, penguasa Hospitaller, penguasa Ramla dan Husn Jabail
(Giblet) serta anak penguasa Tiberia dan banyak lagi pembesar Eropa
lainnya.
Sultan Shalahuddin kemudian memerintahkan penguasa
Dawiyah dan Hospitaler dipancung. Hal ini karena menurut Shalahuddin
mereka adalah sumber malapetaka negeri Arab dan daerah muslim.
Renault
juga mengalami hal serupa. Dia diperintahkan berdiri di samping
saudaranya Gaudefroy. Saat itu, Shalahuddin memerintahkan salah satu
prajuritnya untuk mengambil air dingin dan menyodorkannya pada
Gaudefroy, penguasa Baitul Maqdis. Gaudefroy kemudian memberikan sedikit
air dalam gelas itu pada saudaranya Renault. Melihat hal itu,
Shalahuddin berkata pada penterjemahnya; “Katakan pada Gaudefroy bahwa
kamulah yang memberi minum saudaramu, sedangkan saya tidak
memberikannya..!”
Adat kaum Arab, apabila seorang tawanan
diberikan makan dan minum oleh orang yang menawannya, maka akan terlepas
dari ancaman. Itulah yang diberikan pada Gaudefroy namun tidak untuk
Renault.
Sultan telah memperingatkannya tentang ucapan-ucapan keji
yang pernah dilontarkan Renault pada Nabi Muhammad saw. Kemudian
Shalahuddin berkata pada Renault, ”Inilah saya pembela Muhammad..!”
Sultan
menawarkan kepada Renault dua kalimat syahadat. Namun ia menolaknya.
Shalahuddin kemudian mencabut pedang lalu menebas leher salah satu
pembesar Eropa tersebut. Setelah kepalanya terlepas dari badan, kepala
itu dilemparkannya ke pintu kemah. Selesai sudah usaha untuk memelihara
kemuliaan Islam dan Muslimin.
Melihat nasib saudaranya, Gaudefroy
menjadi gemetar. Dia belum yakin kalau Shalahuddin akan membiarkannya
hidup. Sultan lalu memanggilnya dan menenangkannya.
“Tidak pernah
terjadi seorang raja membunuh raja. Tetapi ini sudah melampaui batas.
Dia menghina Nabi kami, Muhammad saw. Kami sudah bernazar seandainya
Allah memberikan kekuatan kepada kami untuk membunuhnya. Terjadilah apa
yang terjadi…!
Subhanallah…Begitulah sejarah mengalirkan dirinya
sebagai sunnah at-tadawwul (hukum perubahan) bagi manusia. Maka sekitar
90 tahun kemudian, Allah menghadirkan Shalahuddin Al-Ayyubi yang
memimpin pasukannya merebut Hitthin sebaga pembuka jalan untuk merebut
Palestina kembali. Apa gerangan yang terjadi? Apakah Shalahuddin
Al-Ayyubi seorang utusan langit yang datang begitu saja untuk
menyelamatkan umat? Apakah Shalahuddin seorang pahlawan tunggal yang
berjuang sendirian dan mengandalkan segala keistimewaan pribadinya?
Jawabannya tentu tidak. Sejak awal Shalahuddin “hanya” seorang anak
didik Nuruddin Zanki yang sudah menyiapkan mimbar baru untuk Masjidil
Aqsha jauh sebelum itu.
Di sisi lain, sejarah tidak mungkin
melupakan karya dan peran signifikan sejumlah ulama dan tokoh umat Islam
yang hidup dalam kurun waktu tersebut, seperti Al-Ghazali, Abdul Qodir
al-Jilani, Ibnu Qudamah al-Maqdisi dan sederetan nama lainnya yang
berhasil melakukan perubahan radikal pada paradigma pemikiran dan
pendidikan umat. Mereka berhasil mengikis virus-virus yang menggerogoti
imunitas internal umat berupa hegemoni filsafat, aliran kebatinan,
dikotomi fiqih dan tasawuf, mazhabisme dan lain-lainnya, sebelum
melahirkan sebuah generasi baru yang mengimplementasikan nilai-nilai
nilai-nilai Islam dan mengusung panji kejayaannya saat berhadapan denan
lawan-lawannya.
Shalahuddin hanya seorang juru bicara resmi dari
sebuah generasi yang telah mengalami proses penggodokan dan perubahan.
Sebuah generasi yang telah berhasil melampaui kesalahan-kesalahan masa
lalu yang ditorehkan oleh para pendahulunya.
Dunia Islam tidak
akan pernah melupakan apa yang telah diperjuangkan oleh Shalahudin untuk
membebaskan Jerusalem dari tangan para penzhalim. Dengan gagah dan
tidak takut mati, ia melancarkan serangan-serangan militer maupun
non-militer pada kaum penjajah tersebut, serta mengajak seluruh umat
Islam untuk bersatu melawan mereka.
Dengan penaklukan-penaklukan
yang ia lakukan, Islam menjadi bangga, dan dengan
kemenangan-kemenangannya, hari-hari berikutnya menjadi cahaya bagi umat,
sebagaimana digambarkan dalam syair Al-’Imad Al-Ashbahani :
Dengan penaklukanmu, Islam menjadi bangga, dan dengan kemenanganmu, hari-hari menjadi bercahaya.
Anda mempersembahkan kekuatan dan harapan kepada dunia dan agama.
Anda telah menyempurnakan futuhat dengan merebut Jerusalem.
Teruslah melakukan penaklukan agar sistemnya tetap berlanjut dan jadilah seorang Muslim untuk membuat kemenangan Islam.
Mengambil Hikmah Kemenangan
Shalahudin Al Ayyubi menginfakkan dirinya sepenuhnya untuk membebaskan
Jerusalem. Tiada hari ia lalui tanpa berfikir siang dan malam untuk bisa
menggapai kemenangan Islam. Bahkan seringkali tidak ada waktu untuk
sekedar makan, karena begitu perhatiannya untuk Jerusalem, hingga
akhirya kemenangan itu ia dapatkan di perang yang menentukan, yakni
perang Hittin.
Namun, ada beberapa sebab dan pendahuluan
kemenangan ini. Kita semestinya tidak lupa bahwa sebab dan pendahuluan
sebenarnya yang mengantarkan umat Islam pada kemenangan itu bukan
berasal dari diri Shalahudin. Akan tetapi, sebab itu adalah hasil dari
mengikuti jalan yang telah di contohkan oleh Rasulullah saw. pada perang
Badar dan Ahzab serta peristiwa penaklukkan Mekkah.
Lalu, apa rahasia dan sebab-sebab kemenangan yang diraih Shalahudin dan umat Islam ketika itu?
1. Bertakwa kepada Allah dan menghindari kemaksiatan
Dengan bertakwa kepada Allah dan menghindari kemaksiatan, maka itu
meningkatkan spiritual pada setiap pasukan. Sehingga ia meminta
perlindungan dan kemenangan serta menaruh semua harapan hanya kepada
Allah swt. Ini adalah langkah pertama menuju kemenangan dan ini adalah
tanda-tanda akan datangnya berita gembira.
Selain itu, Allah tidak
akan membiarkan begitu saja pasukan mukmin yang bergantung kepadan Nya
dan melaksanakan perintah-perintah Nya sesulit apapun keadaannya dan
sebesar apapun konspirasi musuh atas umat Islam. Apabila pasukan Islam
mengalami kesulitan mendapatkan bantuan perlengkapan duniawi, Allah akan
memberi bantuan kepada mereka dari langit. Allah akan melemparkan rasa
takut kedalam hati musuh-musuh mereka dan memberi mereka kemenangan dari
arah yang tidak disangka.
2. Persiapan penuh dan fokus terhadap masalah pembebasan Jerusalem
Para
sejarawan sepakat bahwa Shalahudin sangat menaruh perhatian terhadap
pembebasan Jerusalem. Hal itu menyita waktu dan istirahatnya. Hatinya
sangat merindukan kebebasan Jerusalem. Dia bahkan tidak bisa merasakan
ketentraman dan ketenangan sebelum Jerusalem terbebaskan dari
tangan-tangan kaum penjajah. Bagi Shalahudin, pendudukan Jerusalem
adalah perkara penting yang tidak mampu dipikul oleh gunung.
Teman
dekat Shalahudin, Al Qadhi Baha’uddin, menggambarkan keadaan Shalahudin
ketika mengajak dan mendorong umat Islam untuk berjihad di jalan Allah
melawan pasukan Salib, “Shalahudin bagaikan ibu yang kehilangan anaknya.
Dia menunggangi kuda dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendorong
orang-orang untuk berjihad. Dia berkeliling ke daerah-daerah dan
menyeru umat Islam untuk berkorban untuk Islam, sedangkan kedua matanya
meneteskan airmata. Dia selalu disibukkan dengan urusan jihad. Tiada
yang dia bicarakan kecuali urusan jihad. Tiada pula yang dia perhatikan
kecuali menyediakan sarana dan pasukan untuk berjihad. Dia hanya
tertarik kepada orang yang mengingatkan dan mendorongnya untuk
berjihad”.
Demikian gambaran bahwa Shalahudin menaruh seluruh jiwa
dan raganya untuk kepentingan umat yang sedang di jajah. Ia tidak
terlena oleh kefanaan dunia sebagaimana kebanyakan umat Islam pada
zamannya. Ia menyeru umat Islam untuk bersatu, melawan kedzaliman dan
kebathilan yang sedang terjadi.
Perhatiannya kepada persiapan
militer dan penyiapan sebab-sebab kekuatan materi sama dengan
perhatiannya pada persiapan spiritual dan moral. Diantaranya adalah
membentuk berbagai pasukan khusus di antara tentaranya. Tidak hanya
pasukan darat saja, namun juga pasukan armada laut. Bahkan ia mendirikan
dewan khusus untuk mengatur penghasilan dan penggunaannya serta
mengawasi urusan armada.
Setelah persiapan dan perhatian yang
penuh ini, dia menyerang musuhnya dengan keimanan yang kuat dan tekad
yang jujur. Musuhpun mundur dan kalah.
3. Kesatuan politik negeri-negeri Islam
Setelah kematian khalifah Fathimiyah, maka Shalahudin naik menjadi
Sultan Mesir. Dia meluaskan kerajaannya dengan menaklukkan Nubia (negeri
selatan Mesir), Yaman, dan Hijaz. Laut merah dan sekitarnya berada
dalam kontrolnya. Dia juga menyatukan Syria, setelah Nurudin Zanki
(penguasa Syria) meninggal dunia dan kekacauan melanda negeri tersebut.
Begitupun Damaskus, Aleppo dan kota-kota lainnya ia gabungkan kedalam
kerajaannya. Dengan demikian terbentuklah kesatuan negeri-negeri Islam
yang mencakup Irak Utara (Kurdistas), Syria, Yaman, Mesir, Barqah dan
negara-negara kecil lainnya.
Tidak diragukan bahwa pembentukan
kesatuan ini dan penguatan pilar-pilarnya mempunyai pengaruh besar dalam
membebaskan Jerusalem. Ketika negeri-negeri Islami dan politik yang
dipimpin oleh seorang pemimpin yang mukmin, pahlawan yang berpengalaman,
komandan yang pemberani, sultan yang terlatih, dan amir yang ikhlas,
maka kemenangan pasti akan diraih oleh umat Islam. Panji kemuliaan Islam
pun akan berkibar di seluruh negeri Muslim. Itulah yang mampu dilakukan
oleh Shalahudin Al Ayyubi. Dia berhasil mengalahkan pasukan salib,
mengusir para penyerbu yang bengis, dan membebaskan Masjid Al Aqsha dari
tangan-tangan para durjana.
4. Tujuan berperang adalah meninggikan kalimat Allah
Dalam manhaj Islam, sebelum berangkat ke medan perang, seorang mujahid
harus terlebih dahulu membersihkan niatnya. Ia tidak boleh meniatkan
perang untuk mendapatkan ghanimah (hasil rampasan perang), reputasi,
fanatisme ataupun riya’. Dia harus mengikhlaskan niat karena Allah swt.
semata dan untuk mendapatkan keridhaan Nya. Dalam sebuah hadits nabi
Muhammad saw. ditanya mengenai orang yang berperang karena berani,
fanatisme golongan, dan riya’. Siapakah di antara mereka yang berada di
jalan Allah? Beliau menjawab, “Barangsiapa berperang untuk meninggikan
kalimat Allah, maka dia berada di jalan Allah”. (Hadits shahih yang
diriwayatkana oleh Bukhari dan Muslim)
Shalahudin Al Ayyubi terjun
berperang untuk meninggikan kalimat Allah ini. Banyak bukti-bukti yang
dituliskan oleh sejarawan tentang niat Shalahudin dalam jihad ini. Salah
satu buktinya adalah, bahwa pada setiap kesempatan setelah usai
peperangan, ia selalu memperlakukan tahanan perangnya dengan perlakuan
yang baik. Bahkan tidak jarang ia mengeluarkan pajak tahanan dari
kantongnya sendiri untuk bisa membebaskan tahanan-tahanan perang yang
ada, khususnya kaum perempuan, anak-anak dan orang-orang tua. Ia tidak
memperlakukan tahanannya seperti perlakuan tentara Salib terhadap umat
Islam, dimana digambarkan bahwa anak-anak, ibu-ibu dan orang-orang tua
yang menjadi tahanan mereka, dibunuh secara membabi buta, sampai warna
sungaipun berubah menjadi darah. Ini adalah bukti, bahwa ketulusan hati
Shalahudin Al Ayyubi berperang adalah semata-mata karena Allah swt.,
bukan karena nafsu atau dengki, atau hal-hal lainnya.
5. Pembebasan adalah masalah Islam dan kaum Muslimin
Syariat
Islam menyatakan bahwa apabila orang-orang kafir menduduki negeri kaum
Muslim, maka semua orang Muslim wajib bersatu untuk membebaskan negeri
yang dijajah dari cengkeraman musuh dan orang-orang kafir. Allah swt.
berfirman dalam Al Quran surat At Taubah ayat 39 : “Jika kamu tidak
berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang
pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan
dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu. ”
Selanjutnya Allah swt. juga berfirman dalam ayat
41 surat At Taubah,”Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan
maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan
Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.”
Berdasarkan prinsip di atas, maka Shalahudin
mengumpulkan semua kaum muslimin di seluruh wilayah kekuasaannya dan
menyeru mereka untuk menghentikan kejahatan pasukan Salib yang mengotori
kesucian Jerusalem. Demikianlah pasukan Shalahudin terbentuk dan
tersusun rapi yang terdiri dari umat Islam yang mengimani Rabb nya,
Rasul sebagai suri tauladannya, Al Quran sebagai pedomannya, jihad
sebagai semangat berjuangnya, dan syahid di jalan Allah sebagai
cita-citanya yang tertinggi.
Demikian perjuangan Shalahudin al
Ayyubi demi menegakkan kalimat Allah dan membebaskan bumi Jerusalem.
Kiranya kita semua bisa menjadikan perjuangan Shalahudin sebagai contoh
dan tauladan yang baik. Mudah-mudahan Allah swt. melimpahkan shalawat
serta salam kepada baginda Rasulillah Muhammad saw., para sahabatnya,
dan para tabiin hingga akhir zaman.
Kesatria Agung Penjaga Kota Suci
Posted by Unknown
Posted on Wednesday, April 10, 2013
with No comments
0 Komentar Sahabat:
Post a Comment
Jadilah yang pertama...